Inilah Contoh Kasus Tindakan Rasulullah SAW yang Tidak Harus Diikuti

Nabi Muhammad Saw. adalah nabi terakhir. Putra dari Abdullah dan Aminah itu adalah suri tauladan sepanjang masa. Akhlaknya sungguh mulia. Namun begitu, ada hal yang tidak harus kita ikuti.

Hadits yang menceritakan kisah Rasulullah Saw. dengan Habab ibn Mundzir berkenaan dengan tempat siaga pasukan Muslim (hadits ini berstatus sahih), jelas menunjukkan bahwa tindakan Rasulullah Saw. tidak selalu menjadi bagian dari ketetapan syariat.

Dalam banyak kesempatan, tindakan Rasulullah Saw. justru menggambarkan beliau sebagai manusia biasa, baik dalam berpikir dan berpendapat. Dalam tindakan semacam itu, kita semua tidal: diwajibkan mengikuti beliau.

Sebagai contoh kasus, ketetapan Rasulullah Saw. untuk menempatkan pasukan sebelum perang Badar dimulai. Kita dapat melihat betapa Habab berani mengajukan saran kepada Rasulullah Saw. untuk mengubah keputusan beliau. Ternyata, Rasulullah Saw. pun mengiyakan. Hal itu dilakukan Habab setelah ia memastikan bahwa penempatan pasukan di tempat yang saat itu dipilih Rasulullah Saw. memang tidak berdasarkan wahyu dari hadirat Allah Swt.

Selain itu, kita juga dapat menemukan sekian banyak tindakan Rasulullah yang sebenarnya termasuk ranah politik dan hukum. Maksudnya, semata-mata dilakukan Rasulullah Saw. sebagai seorang pemimpin dan kepala negara, bukan sebagai seorang utusan Tuhan yang harus menyampaikan apa yang beliau terima dari Allah Swt.

Sebenarnya, sangat banyak contoh mengenai hal ini, khususnya yang berkaitan dengan keputusan dan manuver militer Rasulullah Saw. Para ahli fikih telah membahas semua itu secara panjang lebar.

Wallahua’lam. [@paramuda/ BersamaDakwah]

Pulsa Handphone dan Ayat-Ayat Kematian

Kita pernah menghadapi kondisi yang sangat mendesak dan membutuhkan ponsel untuk menghubungi seseorang. Sayangnya, ketika ingin menghubungi, ada suara dari bot operator yang menyatakan pulsa kita tidak mencukupi alias habis. Ingin menggunakan paket data internet, ternyata tidak ada jaringan dan paket data sudah habis. Di posisi seperti itu kita seperti mati gaya dan juga mati guna.

Peristiwa habisnya pulsa, baik untuk internetan maupun komunikasi sambungan telepon ini memang benar-benar serupa dengan diri kita. Hape adalah diri kita, dan pulsa adalah nyawanya. Tidak sama persis memang, karena hape masih menyala tapi mengalam disfungsi sebagai alat komunikasi.

Pertanyaan saat ini; jika pulsa habis kita bisa langsung beli, bagaiman jika nyawa kita habis? Sebuah pertanyaan yang retoris. Nyawa yang sudah dicabut tidak akan kembali dan tidak besi di toko nyata maupun toko maya mana pun.

Saat peristiwa meninggalnya ibu penulis, ada sebuah kejadian yang membuat direnungkan sehingga lahir gagasan ini. Handphone penulis dalam keadaan mati. Itu terjadi pada malam hari saat istirahat. Baru paginya ketika hape menyala banyak notifikasi memberitahukan itu.

Saat Malaikat Maut Mencabut Nyawa

Percaya kepada malakul maut yang memiliki tugas mencabut nyawa, qabdhul arwah, adalah kredo seorang muslim.

Dalam kitab “Al-Minhah Al-Ilhaiyah fi Tahdzib SYarh Ath-Thahawiyah Li Imam Ali bin Abil Izz Al-Hanafi” yang ditakhrij oleh Abdul Akhir Hummad Al-Hanafi disebutkan: “Dan kita beriman kepada malakul maut, yang diutus untuk mencabut roh seluruh manusia.”

Allah pun menegaskan dalam beberapa ayat tentang kematian. Tentang pencabutan nyawa. Seperti ayat-ayat berikut:

قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ

Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan. (QS. As-Sajdah: 11)

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لا يُفَرِّطُونَ

Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. (QS. Al-An’am-61).

اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَا ۚ فَيُمْسِكُ الَّتِيْ قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرٰى إِلٰى أَجَلٍ مُّسَمًّى ۗ إِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran ) Allah bagi kaum yang berpikir.

Itulah kematian. Hadirnya memberikan pesan kepada siapapun agar melipatgandakan kualitas amal diri. Pulsa memiliki masa berlaku dan kita mengetahuinya. Sementara nyawa kita tidak tahu kapan masa berlakunya berakhir.

[@paramuda/ BersamaDakwah]

Hukum Melamar Wanita yang Sudah Dilamar dan Status Pernikahannya

Bagaimana hukum melamar wanita yang sudah dilamar oleh orang lain dan bagaimana pula status pernikahan yang terjadi jika lamaran tersebut diterima, sah atau tidak?

Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, seluruhnya sepakat bahwa melamar wanita yang sudah dilamar oleh orang lain hukumnya haram. Hal itu didasarkan pada hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

لاَ يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ ، حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ ، أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ

“Janganlah seorang laki-laki melamar di atas lamaran saudaranya, hingga pelamar sebelumnya itu meninggalkan lamarannya atau ia mengizinkannya” (HR. Bukhari)

لاَ يَخْطُبْ بَعْضُكُمْ عَلَى خِطْبَةِ بَعْضٍ

“Janganlah sebagian kamu melamar di atas lamaran sebagian lainnya” (HR. Muslim)

لاَ يَخْطُبْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَهُ

“Jangan melamar di atas lamaran saudaranya, kecuali ia mengizinkannya” (HR. Muslim)

لاَ يَخْطُبْ أَحَدُكُمْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ

“Janganlah salah seorang di antara kalian melamar di atas lamaran saudaranya, sampai ia menikahi atau meninggalkan lamaran tersebut” (HR. An Nasa’i)

Bagaimana jika melamar wanita yang sudah dilamar orang lain itu berbuah pernikahan padahal lamaran sebelumnya belum dicabut atau belum batal, apakah pernikahan seperti itu sah?

Imam yang empat berbeda pendapat tentang sah atau tidaknya pernikahan pelamar kedua.

Imam Malik berpendapat bahwa pernikahannya batal. Demikian pula pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayat. Alasannya, jika lamaran atau khitbah haram, maka akadnya lebih haram lagi.

Sedangkan menurut Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah, nikahnya sah. Demikian pula pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayat yang lain. Menurut mereka, yang diharamkan adalah sesuatu yang mendahului akad yakni lamaran atau khitbah.

Ibnu Taimiyah menegaskan tentang haramnya melamar wanita yang sudah dilamar ini dalam fatwanya. “Tidak ada perselisihan di antara para imam mazhab bahwa orang yang melamar di atas lamaran saudaranya telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika ia terus menerus berada dalam kemaksiatan padahal ia tahu, maka hal itu menodai agama dan sikap wala’-nya terhadap kaum muslimin.”

Syaikh Wahbah Az Zuhaili juga menegaskan adanya ijma’ ulama dalam masalah melamar wanita yang sudah dilamar.

“Ulama’ telah berijma’ akan haramnya khitbah orang kedua setelah terjadinya khitbah orang pertama, jika khitbah pertama memang telah dengan jelas diterima serta orang pertama tidak memberi izin dan tidak membatalkan khitbahnya,” tulis beliau dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu. “Jika dalam keadaan ini orang kedua tetap mengkhitbah dan menikahi wanita tersebut, maka menurut ijma’ ulama’, dia telah bermaksiat.”

Bagaimana jika lamaran pertama masih dalam proses dimusyawarahkan dan belum jelas apakah diterima oleh wali perempuan atau ditolak, bolehkah melamar wanita tersebut? Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan, pendapat yang paling benar adalah tidak diharamkan untuk melakukan khitbah dalam kondisi demikian. Namun menurut mazhab Hanafi, makruh hukumnya khitbah kedua karena keumuman hadits-hadits di atas.

Sedangkan jumhur ulama memperbolehkan dengan alasan karena Fatimah binti Qais pernah dikhitbah oleh tiga orang yakni Muawiyah, Abu Jahm bin Hudzafah dan Usamah bin Zaid. Hal itu terjadi ketika Fatimah binti Qais dicerai oleh Abu Amr bin Hafsh bin Mughirah dan masa iddahnya telah selesai.

Fatimah binti Qais lantas menghadap Rasulullah untuk minta solusi. Beliau pun memberikan solusi, “Abu Jahm tidak pernah meletakkan tongkatnya dari bahunya, Muawiyah adalah orang miskin yang tidak punya uang. Menikahlah engkau dengan Usamah bin Zaid.”

“Ini menunjukkan bolehnya melamar wanita yang sudah dilamar orang lain dengan catatan wanita itu belum menerima lamaran tersebut dan pelamar kedua belum mengetahui adanya lamaran dari orang pertama,” lanjut Syaikh Wahbah. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/ BersamaDakwah]

Hewan Mendengar Penghuni Kubur yang Disiksa

Kuburan adalah tempat terakhir bagi mayit. Kuburan adalah tempat bagi mereka yang hidup mengantarkan yang telah meninggal dunia. Mayit dikebumikan di situ, di ruang yang mencekam dan tak berteman. Kuburan juga bisa menjadi tempat untuk meneteskan airmata.

Dari Hani’ Maula Utsman bin Affan katanya Utsman Radhiyallahuanhu jika berhenti di suatu kuburan, beliau menangis hingga jenggot basah. Ketika ia ditanya; Mengapa ketika disebut surga dan neraka engkau malah tidak menangis, sedang jika engkau kubur malah menangis?

Kudengar, katanya, Rasulullah SAW. bersabda:

“Kuburan adalah awal persinggahan akhirat; kalaulah ia bisa selamat daripadanya, maka yang sesudahnya lebih mudah baginya; namun jika tak selamat, segala yang sesudahnya jauh lebih berat.”

Masih kata Utsman, Rasulullah SAW. bersabda:

“Sama sekali belum pernah kulihat sebuah pemandangan, selain kuburan lebih mengerikan.” (Tirmidzi dan Ibn Majah, Shahih Ibn Majah 3442, silakan lihat Shahih Attarghib wa Tarhib 3550).

Hewan Mendengar Penghuni Kubur yang Disiksa

Setelah ditinggal oleh para pengantar, mayit akan segera mengalami peristiwa alam kubur. Di saat penyiksaan itu, hewan-hewan mendengarkan siksaan itu.

Dari Ibn Mas’ud Radhiyallahuanhu, Nabi Muhammad SAW. bersabda:

“Orang yang meninggal disiksa di kuburnya hingga hewan mendengar suara penyiksaan itu.” (Thabrani dalam Al-Kabir dan dishahihkan dalam Shahih At-Targib wat Tarhib, silakan lihat Ash-Shahihah 1377).

Jika hewan tersebut mendengar, maka berbeda dengan manusia yang masih hidup. Siksa kubur sama sekali tidak bisa didengar orang yang hidup.

Dari Anas Radhiyallahuanhu, Nabi Muhammad SAW. bersabda:

“Kalau kalian tidak saling menguburkan, saya memohon Allah agar Dia memperdengarkan siksa kubur yang kudengar kepada kalian.” (Muslim 2867).

Semoga kita dijauhkan dari siksa kubur yang amat pedih. Semoga kita mendengarkan suara-suara kebaikan dan menyegerakan melakukan kebaikan.

Wallahua’lam. [@paramuda/ BersamaDakwah]

Inilah Orang Pertama yang Melesatkan Anak Panahnya di Jalan Allah

Tidak banyak yang tahu bahwa salah seorang shahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang termasuk dalam salah satu orang yang dijamin masuk surga adalah orang pertama yang melesatkan anak panahnya di jalan Allah.

Dia tidak lain adalah Sa’ad bin Abi Waqqash. Sa’ad adalah seorang pemanah ulung, tidak pernah sekalipun panahnya meleset dari tujuannya berkat doa dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuknya.

Selain itu, Sa’ad adalah salah seorang pemanah Quraisy yang terkenal. Setiap kali pertempuran dimulai dan peperangan semakin panas, Sa’ad akan segera berlari ke jantung medan pertempuran dan menyambut musuh dengan dada dan tubuhnya. Ia akan terus melawan para musuh agama.

Peperangan-peperangan yang diikutinya bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah membuktikan hal tersebut. Khususnya pada perang Badar dan Uhud. Sa’ad tetap melanjutkan kisah kepahlawanan ini pada masa Khulafaur Rasyidin.

Kisah penaklukannya di Irak terlalu masyhur untuk kembali diceritakan.

Sa’ad telah menjadi seorang pahlawan yang mengagumkan dalam perang-perang tersebut, menjadi seorang mujahid yang militan, seorang pemimpin bagaikan singa, dan yang terkemuka dari para penglima-panglima penakluk lainnya.

Orang pertama yang melesatkan anak panah di jalan Allah

Pada bulan Syawal, delapan bulan setelah hijrah, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memberikan panji kepada Ubaidah bin Al-Harits bin Al-Muththalib. Beliau mengutusnya dalam sebuah ekspedisi yang terdiri dari enam puluh shahabat kalangan muhajirin, tanpa satu pun yang berasal dari golongan Anshar.

Sa’ad ikut bersama mereka. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengarahkan mereka untuk menuju Rabigh yang terletak di daerah pesisir Laut Merah, untuk mengamati sebuah kafilah Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan.

Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash yang mana dia berkata,

“Aku adalah orang pertama yang melesatkan anak panah. Kami keluar bersama Ubaidah bin Al-Harits dengan kekuatan enam puluh pasukan berkuda dalam sebuah ekspedisi.”

Kedua pasukan pun bertemu. Pasukan musyrik menyerang pasukan kaum muslimin, dan mereka saling melesatkan anak panah. Saat itu tidak ada pertarungan dengan pedang. Sa’ad Radhiyallahu Anhu pun melindungi mereka dengan anak panahnya. Itu merupakan peperangan pertama yang terjadi dalam Islam dan Sa’ad merupakan orang pertama yang melesatkan anak panah di jalan Allah.

Dalam Ash-Shahihain dan yang lainnya disebutkan bahwa Sa’ad berkata, “Aku adalah orang Arab pertama yang melesatkan anak panah di jalan Allah.”

Sa’ad mengungkapkan kebanggaannya akan kontribusi yang mulia tersebut, dan pembelaannya terhadap saudara-saudaranya, serta perlawanannya terhadap pasukan musyrikin dengan panahnya.

Kisah ini menunjukkan bahwa memanah adalah tradisi yang dilestarikan oleh para pejuang dan pahlawan Islam di masa lalu. Oleh karena itu, sudah sepatutnya umat Islam di masa ini untuk kembali menghidupkan tradisi tersebut.

Tulisan ini disadur dari buku Al-Asyarah Al-Mubasy-syaruna Bil Jannah karya Abdus Sattar Asy-Syaikh

[Abu Syafiq/ BersamaDakwah]

Buku Terjemahan Bahasa Arab Sulit Dipahami? Ini Sebabnya

Bagi Anda yang suka membaca buku-buku terjemahan bahasa Arab pasti pernah atau sering merasa kesulitan dalam memahami sejumlah teks. Apalagi, jika buku tersebut berkaitan dengan masalah hukum. Alih-alih mendapatkan informasi yang tepat, Anda malah tidak paham sama sekali apa yang dimaksud oleh penulis asli buku tersebut.

Kenapa bisa demikian? Berdasarkan pengalaman penulis, setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan buku terjemahan sulit untuk dipahami.

1. Penerjemah tidak memahami teks Arab dengan baik

Seorang lulusan universitas berbahasa Arab, baik di negara-negara Timur Tengah ataupun di negara lainnya, tidak menjamin dia paham teks-teks Arab seratus persen, terutama kitab-kitab tafsir, hadits, dan syair-syair Arab. Alasannya, bahasa yang terdapat dalam literarur Arab berbeda dengan bahasa yang dituturkan sehari-hari.

Bisa jadi, kata yang sama lafalnya ketika diucapkan dalam pergaulan sehari-hari berbeda dengan yang terdapat dalam sebuah buku.

Terkadang, seorang penerjemah mengandalkan pemahaman pribadinya untuk memahami sebuah teks. Ini merupakan kesalahan fatal. Sebab, bisa saja dia menerjemahkan sebuah kata atau kalimat dengan terjemahan yang salah.

2. Penerjemah tidak menguasai bahasa Indonesia

Salah satu kekurangan penerjemah bahasa Arab adalah tidak menguasa bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bisa jadi dia paham dengan teks Arab namun terbentur dengan kemampuannya untuk mencari padanan kata yang sesuai dengan kata tersebut, sehingga hasil terjemahannya tidak bisa dipahami sama sekali.

Jika demikian, apa solusinya?

1. Untuk penerjemah, penulis sarankan agar lebih memahami teks arab dengan baik dan banyak membaca tulisan berbahasa Indonesia. Sehingga, ketika seseorang membaca hasil terjemahan Anda dia merasakan seolah-olah itu berasal dari penulis Indonesia bukan penulis Arab.

Di samping itu, jangan sungkan untuk merujuk ke kamus ketika menemui kata yang sukar untuk dipahami.

2. Untuk pembaca, penulis sarankan agar meneliti buku terjemahan sebelum dibeli. Pastikan buku yang Anda beli dari penerbit yang sudah terkenal dengan kapabelitas penerjemahnya, kualitas bukunya dan kredibilitasnya dalam dunia penerbitan. Setelah itu, Anda bisa mengecek siapa penerjemah dan editor buku tersebut.

Penerbit-penerbit besar biasanya sangat ketat menyeleksi naskah yang masuk, baik terjemahan maupun tulisan pribadi. Di samping itu, penerbit tersebut juga mempunyai editor andal yang bisa meminimalkan kesalahan.

Semoga tulisan sederhana ini bisa memberikan pencerahan bagi para pembaca sekalian terutama bagi penulis sendiri. Aamiin.

[Abu Syafiq/ BersamaDakwah]

Delapan Nasehat Umar yang Bikin Kita “Tertampar”

Sejak masuk Islam, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu telah membuat bumi Makkah bergetar. Orang-orang kafir Quraisy pun gemetar.

Tak lama setelah memproklamirkan diri sebagai muslim, ia mengajak para sahabat untuk terang-terangan keluar. Melihat para sahabat thawaf mengelilingi ka’bah dipimpin Hamzah dan Umar, kaum musyrikin Makkah serasa menyaksikan kobaran kilat dan suara halilintar.

Ketika hijrah, Umar pergi dengan tantangan terbuka. “Aku mau berangkat hijrah. Siapa yang ingin anaknya menjadi yatim dan istrinya menjadi janda, silahkan hadang aku!” Dan tak ada yang berani menghalangi. Seluruh ksatria kaum musyirin gentar.

Ketika menjadi khalifah setelah wafatnya Abu Bakar, Umar menorehkan sejarah sebagai pemimpin Islam yang fenomenal. Keadilannya tersebar dari Madinah hingga batas negeri terluar. Maka Michael H Hart pun memasukkannya sebagai salah satu dari 100 orang paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Umar tercatat menghasilkan futuhat Islamiyah terbesar.

Sahabat mulia bergelar al faruq ini tak hanya ahli memimpin negara dan perkasa di medan perang. Ia juga seorang inspirator ulung yang nasehat-nasehatnya menyentuh jiwa dan produk ijtihadnya menjadi khazanah keilmuan dari zamannya hingga zaman kita.

Salah satu nasehat Umar bin Khattab diabadikan dalam kitab Nashaihul ‘Ibad. Ada delapan nasehat Umar bin Khattab dalam sebuah atsar beliau yang oleh Syekh Nawawi Al Bantany diberi judul Delapan Nasehat Umar:

  1. Barangsiapa meninggalkan ucapan yang tidak perlu maka dia akan diberi hikmah
  2. Barangsiapa meninggalkan penglihatan yang tidak perlu maka dia akan diberi kekhusukan dalam hati
  3. Barangsiapa meninggalkan makan yang berlebihan maka dia diberi kenikmatan beribadah
  4. Barangsiapa meninggalkan tertawa yang berlebihan maka dia akan diberi kewibawaan
  5. Barangsiapa meninggalkan humor maka dia akan diberi kehormatan
  6. Barangsiapa meninggalkan cinta duniawi maka dia akan diberi kecintaan kepada akhirat
  7. Barangsiapa meninggalkan perhatiannya kepada aib orang maka dia akan diberi kemampuan untuk memperbaiki aibnya sendiri
  8. Barangsiapa meninggalkan pembahasan tentang bagaimana wujud Allah maka dia akan terhindar dari nifaq

Nasehat-nasehat ini luar biasa. Mari kita berusaha mengamalkannya. Meskipun di zaman sekarang, tantangannya relatif lebih besar. Medsos yang memfasilitasi kita lebih banyak berucap, mobilitas dan media yang memfasilitasi kita lebih banyak memandang, aneka acara humor yang menstimulus kita untuk lebih banyak tertawa, hingga mudahnya akses informasi yang membuat kita terjebak menguiti aib sesama. [Muchlisin BK/ BersamaDakwah]